Panduan Memilih Dalam Pemilu 2019 Paska Reuni 212
Euforia tak terbendung. Jutaan umat yang hadir dalam Reuni 212 menggelembungkan balon harapan kebangkitan Islam. Bisakah terwujud?
Sangat bisa. Bagaimana caranya? Sebelum menjawab itu, mari kita ikuti sejarah singkat mengapa ada Aksi 212 dan berlanjut dengan reuninya. Dengan cara ini, maka akan ada ketersambungan dalam sikap politik kita di pemilu 2019.
Sejarah 212
Reuni 212 lahir karena adanya Aksi Bela Islam 212. Ingat, Aksi 212 muncul disebabkan adanya penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut “Jangan mau dibohongi dengan Al Maidah ayat 51…..”
Sebelum Aksi 212, dua kali digelar aksi serupa pada Oktober dan November 2016. Pangkal soalnya, karena terkesan ada pembiaran oleh aparat penegak hukum terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Lalu Ahok tetap maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Penting diingat! Pada Pilkada DKI, ada 3 pasangan pada putaran pertama. Agus-Silvy didiukung Partai Demokrat dan PAN, Ahok-Djarot oleh PDIP, Partai Golkar, PKB, Nasdem, PPP, dan Hanura, Anies-Sandi oleh PKS dan Gerindra.
Agus-Silvy kalah. Kemudian PAN bergabung mendukung Anies-Sandi. Sementara Demokrat tidak mendukung siapa-siapa. Alias netral.
Istilah Partai Pendukung Penista Agama mulai muncul. Disematkan kepada mereka yang mendukung Ahok-Djarot. Tapi seharusnya, umat juga perlu melihat sikap partai yang pada putaran pertama justru mendukung adanya calon ketiga. Sebab, skenario ini sejatinya menguntungkan Ahok-Djarot dan merugikan Anies-Sandi.
Alhamdulillah, Allah menakdirkan Anies-Sandi, pasangan yang didukung ulama dan umat, menang pada putaran pertama dan juga putaran kedua. Ahok Sang Penista Agama pun tumbang. Bahkan divonis dua tahun penjara.
Paska 212, dinamika politik terus memanas. Penistaan agama terus terjadi, persekusi kepada tokoh-tokoh Islam dan oposisi, kriminalisasi ulama, pembakaran bendera tauhid hingga HRS yang difitnah. Sampai sekarang, HRS masih di Mekah, Arab Saudi.
Reuni 212 digelar kali pertama pada 1 Desember 2017. Jumlah umat yang hadir tak sebanyak pada tahun sebelumnya. Kemudian, datanglah Reuni 212 kedua pada Ahad, 2 Desember kemarin. Umat yang hadir membludak. Ada yang menyebut 8 juta, 10 juta hingga 13 juta!
Panduan Memilih
Setelah menengok sejarah singkat 212, mari kita ikuti panduan memilih dalam Pemilu 2019 mendatang.
1. Pilih Calon Presiden (capres), Calon Wakil Presiden (cawapres) yang direkomendasikan ulama. Ingat, berdasarkan Ijtimak Ulama, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (PADI) yang direkomendasikan.
Ijtimak Ulama ini dilakukan oleh para ulama yang hadir dan mendukung Aksi 212. Lebih dari 600 an ulama terlibat didalamnya.
2. Pilih Calon Anggota Dewan (CAD) yang berasal dari partai yang tidak mendukung penista agama.
Ada tiga cluster terkait ini. Pertama, partai yang sejak awal berseberangan dengan Ahok yakni PKS dan Gerindra. Kedua, ada PAN yang baru pada putaran kedua bergabung dengan Anies-Sandi. Ketiga, partai yang baru bergabung mendukung capres-cawapres Ijtimak Ulama yaknj Demokrat dan Partai Berkarya.
Mana yang kita pilih? Pilihlah partai pada cluster pertama, karena sejak awal sikapnya jelas: menolak penista agama dan membersamai agenda umat juga ulama. Setelah itu, silakan piliha partai pada cluster kedua dan ketiga.
3. Pilih Capres, Cawapres dan CAD yang bukan dari partai pendukung penista agama. Kita harus konsisten dan istiqomah. Jangan sampai, kita pilih Prabowo-Sandi, tapi partainya dari pendukung penista agama.
Jika ada yang bertanya, mengapa panduan ini mengarahkan pada PKS dan Gerindra? Jawabnya sangat mudah: karena sejarah 212 mencatat kedua partai tersebut konsisten berjuang bersama ulama dan umat.
Bahkan, Ketua GNPF Ulama Ustaz Yusuf Martak memberikan kesaksian khusus kepada PKS.
“PKS itu jelas tidak pernah abu-abu terhadap GNPF dari sejak dilakukannya aksi jalanan, dari saat awal kita menekan Bareskrim, hingga aksi 411 dan 212. PKS jelas ikut kontribusi, terlibat, dan tidak abu-abu,” ujarnya.
Saudara-saudaraku peserta Reuni 212, tulisan ini saya buat khusus, semata-mata agar apa yang kita lakukan Ahad kemarin tak hilang begitu saja. Harus ada dampak politik karena saat ini dan tahun-tahun ke depan, umat butuh partai yang konsisten membersamai kita.
Agar bisa mengawal dan menjaga Prabowo-Sandi saat memimpin negeri ini. Agar pula euforia balon kebangkitan Islam terus membesar di bumi pertiwi.
Wallahua'lam bishshowab
Erwyn Kurniawan
Penulis dan Jurnalis
Post a Comment