Perjalanan Dakwah di Korea: Sup Tanpa Rasa dan Musholla di Atas Ruko (2)
Tak banyak da'i Indonesia yang berkesempatan berdakwah di Korea. Keberuntungan itu kini dimiliki ustadzah muda bernama Ellina Supendy. Bagaimana kisah perjalanannya di Negeri Ginseng yang kerap melahirkan generasi KPop itu? Simak tulisan berseri Peraih Ummi Award 2008 itu selama di sana (12-21 Agustus 2017), hanya di Wajada.
Hari ini saya istirahat full dari pagi hingga siang. Menuntaskan mata yang sedari sholat maunya nutup aja. Walau berat tapi karena jam biologis sudah terbiasa bangun malam. Tetap saja terbangun walau lelah parah. Kebetulan hujan tak berhenti sejak semalam. Pastinya cuaca semakin dingin. Korea saat ini musim penghujung panas menuju musim gugur.
Selesai menuntaskan hak-hak badan, saya diajak Mba Ninda melihat-lihat wilayah sekitar dengan berjalan kaki. Tak lupa 2 krucil beliau kami ajak. Celoteh Aufa dan Asma membuat saya rindu anak-anak di rumah .. hiks
Tempat pertama yg kami datangi adalah Daiso. Anda familiar dengan toko pernak pernik ini? Hihi iyalah, di Indonesia dan Malaysia sudah ada. Harganya juga lumayan terjangkau. Saya memutuskan hanya membeli beberapa barang saja. Saya pilih yang harganya sekitar 1000 hingga 2000 won.
Oh ya, untuk harga agar lebih mudahnya 1000 won itu sekitar 10.000 rupiah. Jadi tinggal tambah 0 saja dibelakangnya. Kalau 5000 won ya 50 ribu rupiah. Kira-kira begitu.
Sore harinya saya diajak oleh keluarga Mba Ninda dan keluarga Mba Diah untuk makan malam di sebuah Restoran seafood masih di wilayah Kota Daejeon. Nama restonya Dong So Ye. Kata mereka Insya Allah halal.
Makanan pembuka kami disuguhi Banchan, yaitu semacam makanan awal yang terdiri dari Kimchi dan salad-salad pedas yang terbuat dari fish cake dan sayuran. Inilah pertama kali saya mencicipi Kimchi. Rasanya seperti acar sayur yang rasanya pedas nampol.
Setelah itu ada 2 macam sup. Sup pertama mirip sekali rasa dan bentuknya seperti sup miso Jepang. Namanya Duenjang Jigae. Dari segi rasa, lumayanlah...Tapi kalau lidah orang Indonesia asli mah rasanya mirip-mirip sayur asam.
Sup kedua lebih unik lagi. Ngga tahu namanya apa. Sup tersebut hanya terdiri dari air dan sedikit nasi. Rasanya? Blass ngga ada rasa.. Oh ternyata sup tersebut dihidangkan hanya sebagai pengingat masyarakat Korea ke masa-masa pahit mereka saat perang. Cuma makan nasi dikasih air... baeklah #specchless
Alhamdulillah dihidangkan juga main course-nya, Ikan Bakar. Nampaknya seperti Ikan Carper yg rasanya ternyata uennak! Rasa bumbunya meresap agak-agak mirip Gurame di tim. Alhamdulillah... Jadilah saya makan dengan lahap nasi, ikan dan yang terhidang semua di meja.
Selepas makan kami sempatkan mampir untuk sholat maghrib di Masjid eh lebih tepatnya Mushola An Noor. Sebab tempatnya diatas ruko dan ada toko bahan makanan dari Indonesia juga loh. Kok saya bahagia banget ya ketemu sama Kacang Sukro dan Teh Botol so*ro ..#Ndeso
Akhirnya kembali ke rumah Mba Ninda dan menyempatkan antar Mba Hana ke asrama dan laboratorium tempatnya meneliti.
Insya Allah besok saya akan mengunjungi Kota Ansan bersama muslimah yang lain.
Post a Comment