Kita adalah Orang Beriman Sekaligus Kafir Bersamaan
Kalau ada teman non muslim yang bertanya kepada saya apakah dia kafir, rasanya saya tidak perlu mencari kalimat buat ngeles, takut membuatnya tersinggung, hingga akhirnya jawaban saya kurang lugas, kurang tegas, dan bisa disalah artikan. Simpel saja, saya akan sampaikan bahwa setiap manusia adalah orang yang beriman sekaligus juga orang kafir dalam waktu yang bersamaan.
Bagaimana bisa begitu? Begini...
Bila Anda pro terhadap sesuatu hal, maka otomatis Anda akan kontra dengan penolakan terhadap hal tersebut.
Misalnya, kalau Anda pro dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL), tentu Anda kontra dengan keinginan agar TDL tetap. Saya pro dengan pendapat bahwa bumi itu bulat, maka saya otomatis kontra dengan anggapan bumi itu datar. Dalam pilkada, kalau Anda pro dengan satu calon, maka Anda akan kontra dengan calon lain. Bukan begitu?
Maka kalau Anda pro dengan kepercayaan bahwa Allah swt itu adalah Tuhan yang satu yang tiada tuhan selain-Nya, tentu Anda akan kontra dengan kepercayaan kepada tuhan selain Allah swt. Sehingga Anda disebut beriman kepada Allah swt, sekaligus kafir kepada sembahan selain Allah swt.
Allah swt mengistilahkan kondisi ini sebagai punya pegangan yang kuat, atau punya dasar yang kokoh.
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah: 256).
Begitu lah kondisi seorang muslim. Ia adalah orang kafir, karena ingkar kepada thaghut (segala sesuatu yang disembah selain Allah swt), dan ia juga adalah orang yang beriman, karena percaya kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Nah, saya akan kembalikan pertanyaan itu kepada teman saya, di mana posisi Anda? Apa yang Anda imani sebagai Tuhan yang Anda sembah? Kalau ia menyebut nama lain selain Allah swt, maka jelas ia adalah orang beriman menurut teologi agama yang dianutnya, sekaligus orang kafir dalam pandangan agama di luar yang ia anut.
Maka anggapan kafir harusnya bisa ditanggapi dengan santai. Kalau saya kafir, toh Anda juga kafir, dan kita semua kafir dengan apa yang kita ingkari. Dan dalam bersamaan, saya sebenarnya beriman, Anda beriman, dan semua orang beriman menurut apa yang dipercayainya.
Bisa damai gak kalau gitu?
Zico Alviandri
Catatan: kafir/beriman disini bukan dalam istilah bahasa atau terminologi aqidah yang sudah baku
Post a Comment