Kisah Syadi Farah, Tawanan Termuda Palestina yang Mengharukan
Syadi Farah, tawanan termuda yang ditangkap penjajah Zionis Israel |
Penjajah Zionis Israel tak pernah tinggal diam untuk terus menyiksa dan menzalimi rakyat Palestina. Tak terkecuali anak-anak yang tak berdosa. Salah satunya Syadi Farah yang ditahan tanpa alasan dan bukti yang jelas, lalu disiksa dengan cara-cara diluar perikemanusiaan, meski usianya masih 13 tahun.
Dibawah ini ada kisah mengharukan Syadi Farah yang dinukil dari akun facebook Nurjanah Hulwani, aktivis Adara yang selama ini peduli dengan perjuangan Palestina. Ceritanya sungguh mengharukan, membuat siapapun akan menangis saat membacanya. Berikut kisah lengkapnya.
Dikelilingi para tawanan lainnya, tidak ada yang tampak darinya kecuali senyuman. Mengira bahwa ini hanya salah satu adegan pertunjukkan drama di sekolah, padahal ini adalah sebuah kenyataan.
Syadi Farah (13) didakwa atas tuduhan upaya penusukan. Namun ia tetaplah kanak-kanak yang selalu menyenandungkan cintanya pada Al-Aqsha.
Tragedi kekerasan terhadap anak Palestina menyatu dalam potret Syadi Farah, tawanan termuda di dunia. Penguasa Zionis penjajah tidak menggubris alasan bahwa Syadi masih anak-anak.
Syadi ditangkap sejak 29 Januari 2015, saat ia kembali dari sekolahnya di kawasan Kafr ‘Aqb. Ia diinterogasi dengan kasar dengan dalih dan tuduhan dusta penjajah bahwa ia berniat melakukan penusukan. Syadi hanya ditemani kawan sekolahnya Ahmad Za’tari.
Pesan Cinta
Dari balik jeruji, Syadi mengirimkan surat cinta dan rindu pada ibunya yang merasakan pedihnya kehilangan putranya, siang dan malam. Surat tersebut berisi ucapan selamat milad dari seorang anak pada ibunya, namun bukan ucapan selamat biasa.
Bocah tawanan tersebut mengatakan dalam suratnya, “Untuk ibu dan keluargaku. Semoga kebaikan tercurah bagi kalian sepanjang tahun ini, walaupun kali ini aku jauh dari Ibu. Aku ingin Ibu tetap tegar, mengangkat kepala seperti pohon kurma yang tidak tergoyahkan angin bahkan diguncang sekalipun. Ibu, jangan bersedih karena ini semua adalah ujian dari Allah."
Sang Bocah mengakhiri surat yang huruf-hurufnya menyiratkan kesedihan karena berjauhan dengan keluarga akibat ketetapan penguasa penjajah Zionis atas nama keadilan dengan ungkapan, “Jangan gusar dengan apa yang terjadi, Ibu. Hari ini aku berdiri di depan cermin berusaha melepas hal-hal buruk dalam diriku agar aku mendapatkan potensi terbaikku.”
Syadi tidak lupa menitipkan salam rindu dan cinta kepada keluarga dan teman-temannya, dan menutup suratnya dengan, “Aku mencintaimu, Ibu.”
Kerinduan di Bulan Ramadhan
Ditangkapnya Syadi menghalangi kebersamaannya dengan keluarga untuk merasakan kebahagiaan di bulan Ramadhan. Hal yang menambah kerinduan mereka dari hari ke hari. Kerinduan karena rasa kehilangan orang-orang di Kawasan Samir Amis Al-Quds Utara pada kehangatan suaranya yang biasa terdengar di saat sahur.
Kenangan Indah yang bertambah bagi Syadi di bulan Ramadhan adalah ketika Ibunda Syadi Farah mengatakan pada koresponden Pusat Informasi Palestina, “Kami merindukan Syadi yang biasanya membawa sari kurma India dan almond di tangannya. Juga kesigapannya membersamai para anak muda lainnya dengan drum dan pengeras suara untuk membangunkan sahur, hingga akhirnya ia pulang usai sholat Subuh."
Penundaan Proses Pengadilan
Bocah kecil ini juga harus berhadapan dengan interogasi brutal di dalam penjara. Sejak awal mereka -Syadi dan tawanan lainnya- diinterogasi dengan menggunakan metode interogasi terburuk yang melanggar hak mereka. Sipir penjara melepaskan baju keduanya lalu menyiramkan air dingin ketika cuaca sedang dingin.
Mahkamah Pusat di Al-Quds menunda sidang atas kasus Syadi hingga 7 Desember yang akan datang. Tujuannya agar ia dan keluarganya geram. Mereka juga memaksakan agar ada pengakuan dengan cara menyiksa mental dan fisik.
Ibunda Syadi menjelaskan putranya ditangkap di Jalan I Al-Quds yang terjajah, di dalam terminal bersama temannya, Ahmad Azza’tari. Lalu mereka dipindahkan ke pusat interogasi Almaskubiyah dan menuding keduanya dengan tuduhan memiliki pisau dan melakukan upaya penusukan. Syadi diinterogasi tanpa ditemani pengacara atau keluarga.
Diantara metode interogasi yang digunakan -jelas ibunda Syadi- dimana putranya mendapatkan perlakuan yang melanggar hukum saat dipaksa mengaku, adalah mereka melepaskan bajunya dan menempatkannya di bawah AC dan dibiarkan lama dengan alat penurun suhu.
Dipastikan bahwa Syadi bersikukuh menolak tuduhan atas dirinya. Ia mengatakan kepada para interogator, "Kalian memaksa saya terus, saya tidak tahu apa-apa dan tidak ada apapun di tangan saya. Coba lihat di video tidak ada apapun di tangan saya."
Kondisi Penahanan yang Sulit
Setelah masa interogasi dan penahanan di Almaskubiyah selama 5 (lima) hari, penguasa zionis memindahkannya ke lembaga khusus tahanan anak di Palestina Utara, tepatnya di Kota Tamra, Jalil A’la, yang menampung tahanan pelanggaran pidana dan kasus susila.
Senyuman yang Menantang Tembok Penjara
Usia penghuni penjara ini beragam. Mulai dari 15 tahun ke atas. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan Syadi dan menyebabkan tekanan tersendiri pada jiwa Syadi yang selama ini hidup bersama keluarga dan saudara-saudaranya.
Syadi sangat tidak cocok berada di lingkungan kriminal sebab alasan penahanannya adalah faktor keamanan, berbeda dengan tahanan lainnya.
Mahkamah pusat Zionis menggunduli Syadi, dan ini menjadi siksaan dan penderitaan pada jiwa Syadi yang sangat menyayangi rambutnya.
Ibunda Syadi mengatakan pada koresponden Pusat Informasi Palestina, “Yang kami khawatirkan adalah siksaan yang akan bertambah setiap harinya dan berdampak buruk bagi hidupnya.” Hal ini karena sidang terhadapnya dilakukan bertahap hingga 15 kali dengan penundaan untuk masing-masing sidang.
Di sela-sela kunjungan, sang Ibunda memperhatikan Syadi selalu tersenyum meskipun kondisi penahanannya buruk.
Syadi hanya bisa dikunjungi satu pekan sekali dengan biaya dari keluarga. Hal yang menambah derita dan menambah beban biaya yang besar hingga berpengaruh pada kunjungan mereka, demikian Ibunda Syadi bertutur.
Keunggulan Akademik dan Olahraga
Mengenai pembatasan kegiatan olahraga senam oleh penjajahterhadap tahanan, Ibunda Syadi mengatakan, “Sebagai keluarga kami sangat menderita karena dipisahkan dengan Syadi dari rumah. Dia anak yang sangat berpotensi, sangat cerdas dan unggul di bidang sains. Dia anggota Perkumpulan Duta Seni dan Tari Tradisional Palestina dan ia juga menyukai senam.”
Militer Zionis penjajah berupaya secara hukum untuk menangkap anak-anak dan menghadapkannya pada mahkamah untuk kemudian memenjarakan mereka dengan vonis berat. Hal ini akan merusak masa depan dan merenggut kesucian masa kanak-kanak mereka. Ini merupakan pelanggaran atas Konvensi Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Internasional yang mewajibkan perlindungaan anak dan hak-hak mereka.
Beberapa survei dan laporan di lapangan menunjukkan penguasa Zionis menahan hampir 400 anak. Mereka hidup dalam kondisi kesehatan dan kemanusiaan yang mengenaskan. Sebagian mereka sedang menunggu putusan berat hingga vonis penjara seumur hidup. Diantara mereka berusia kurang dari 14 tahun. Mereka ditahan dengan kondisi mengenaskan, ditambah berbagai penyiksaan.
Saat ini Syadi memasuki tahun kedua sejak ditangkap tanggal 29 Desember 2015. Dalam kondisi tahanan yang cukup berat, tidak mengahalangi Syadi Farah berprestasi. Ia berhasil meraih nilai 98% (mumtaz) nilai ujiannya yang ia lakukan dari dalam penjara dan ia juga sukses dalam menghafal Al-Quran dan menjadi yang pertama berhasil menghafal Al-Quran sebanyak 30 juz di bulan Ramadhan.
Semoga Allah segera sudahi penderitaannya dan membebaskannya.
(Diterjemahkan oleh Bannasari/Kabid Kajian Adara)
Post a Comment