Mengapa Masih Ada Kemaksiatan Saat Ramadhan? Ini Empat Sebabnya!
Dalam hadits yang mahsyur di masyarakat disebutkan bahwa selama Ramadhan, setan dalam kondisi terikat. Namun, mengapa masih saja banyak kemaksiatan terjadi meski setan sudah dibelenggu?
Untuk menganalisi ini, mari kita lihat empat jawaban berikut ini:
Pertama, setan dibelenggu tapi dia masih bisa mengganggu. Hanya saja, dia tidak sebebas ketika dilepas. Karena makhluk yang dibelenggu hanya terikat bagian tangan dan lehernya. Sementara kakinya, lidahnya masih bisa berkarya.
Kita simak keterangan Imam al-Baji – ulama Malikiyah – dalam Syarh Muwatha’,
قوله وصفدت الشياطين يحتمل أن يريد به أنها تصفد حقيقة، فتمتنع من بعض الأفعال التي لا تطيقها إلا مع الانطلاق، وليس في ذلك دليل على امتناع تصرفها جملة، لأن المصفد هو المغلول العنق إلى اليد يتصرف بالكلام والرأي وكثير من السعي
Sabda beliau, ‘Setan dibelenggu’ bisa dipahami bahwa itu dibelenggu secara hakiki. Sehingga dia terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas. Dan hadis ini bukan dalil bahwa setan terhalangi untuk mengganggu sama sekali. Karena orang yang dibelenggu, dia hanya terikat dari leher sampai tangan. Dia masih bisa bicara, membisikkan ide maksiat, atau banyak gangguan lainnya.
Kedua, sesungguhnya setan tidak dibelenggu secara hakiki. Kata "dibelenggu" sifatnya hanya kiasan. Mengingat keberkahan bulan Ramadhan, dan banyaknya ampunan Allah untuk para hamba-Nya selama bulan suci tersebut sehingga setan seperti terbelenggu.
ويحتمل أن هذا الشهر لبركته وثواب الأعمال فيه وغفران الذنوب تكون الشياطين فيه كالمصفدة، لأن سعيها لا يؤثر، وإغواءها لا يضر…
Bisa juga kita maknai, bahwa mengingat bulan ini bulan pernuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa, menyebab setan seperti terbelenggu selama ramadhan. Karena upaya dia menggoda tidak berefek, dan upaya dia menyesatkan tidak membahayakan manusia… (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha’, al-Baji, 2/75)
Ketiga, sumber maksiat tidak hanya setan, namun juga ada hawa nafsu manusia yang berperan signifikan.
Keterangan disampaikan Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan,
ولا ينافيه وقوع المعاصي، إذ يكفي وجود المعاصي شرارة النفس وخبائثها، ولا يلزم أن تكون كل معصية بواسطة شيطان، وإلا لكان لكل شيطان شيطان ويتسلسل، وأيضاً معلوم أنه ما سبق إبليس شيطان آخر، فمعصيته ما كانت إلا من قبل نفسه، والله تعالى أعلم
Hadis ‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam. (Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).
Keempat, yang dibelenggu tidak semua setan, namun hanya setan kelas kakap (maradatul jin). Sementara setan-setan lainnya masih bisa bebas. Nah, terjadinya kemaksiatan disebabkan bisikan setan-setan kelas biasa.
Dalam fatwa syabakah islamiyah dinyatakan,
وقد ذهب بعض أهل العلم إلى أن الذين يصفدون من الشياطين مردتهم، فعلى هذا فقد تقع المعصية بوسوسة من لم يصفد من الشياطين
Sebagian ulama berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanyalah setan kelas kakap. Berdasarkan pendapat ini, adanya maksiat, disebabkan bisikan setan yang belum dibelenggu. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 40990)
Post a Comment