Kemenangan Anies-Sandi Hadiah Milad ke-19 PKS. Tepatkah?
Tepatkah kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta menjadi kado terindah milad PKS ke-19? Pertanyaan ini akan saya jawab dengan menukil kisah di sebuah rumah sakit pada September lalu. Kala itu, Anies sedang tergolek lemah dan Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy atau Romi menjenguknya.
Ada pertanyaan yang Romi ajukan kepada Anies tekait kesiapannya maju ke Pilkada DKI Jakarta sebagai calon gubernur. Anies rencananya akan diusung Gerindra dan PKS.
"Pak Anies siap enggak kalau jadi gubernur? Insya Allah siap. Dan yang nyalonin itu dari PKS dan Gerindra, coba bayangin itu kan partai yang tadinya mendukung pasangan sebelah. Artinya partai ini bukan berpolitik, tapi memang untuk bernegara," ungkap Anies.
Romi bukan tanpa alasan bicara demikian. Jelang Pilkada DKI Jakarta, dinamikanya sangat tinggi sehingga banyak yang mengatakan serasa pilpres. Semua elit partai turun gunung. Dari Mega hingga Prabowo. Penistaan agama yang dilakukan Ahok membuat tensinya kian memanas.
Awalnya Gerindra dan PKS mengusung Sandiaga Uno-Mardani Ali Sera. Dalam perkembangannya, terjadi perubahan drastis di menit-menit akhir. Muncul duet Anies-Sandi yang dianggap mampu menandingi petahana. Gerindra legowo Sandi hanya cawagub, PKS pun berlapang dada menggeser Mardani menjadi Ketua Timses. Anies menjadi cagub meski 2 tahun sebelumnya menjadi timses Jokowi dalam pilpres.
Pilkada DKI Jakarta sudah berlalu. Anies-Sandi akhirnya menang dan tinggal menunggu pengumunan resmi KPUD. Tapi bukan itu yang menjadi kado terindah buat PKS di miladnya yang ke-19.
Bagi saya, kebesaran jiwa PKS yang menjadi hadiah istimewa. Partai dakwah ini tidak sedang berpolitik, namun bernegara. Berlebihankah? Tidak. Faktanya memang demikian.
Dalam buku saya yang berjudul PKS Mengubah Pusaran menjadi Arus Balik (Pustaka Fauzan, 2016), saya menuliskan optimisme soal kemampuan PKS mentransformasi dirinya dari partai menengah ke partai besar. Selama ini partai Islam terjebak pada pusaran yang diciptakan pihak luar dan dirinya sendiri. Konflik internal berkepanjangan, orientasi partai yang hanya mengejar kuasa dan marjinalisasi ideologi sekadar tulisan indah dalam AD/ART tanpa praktik di lapangan.
Kemudian saya kaitkan dengan level keumatan yang dilontarkan oleh Eep Saefullah Fatah. Ada 4 jenjang keumatan.
1. Statistik
2. Sosial
3. Politik
4. Ideologi
Selama ini, umat baru sampai pada level Politik yang ditandai dengan menjalankan ritual keagamaan, interaksi sosial dan membina jaringan politik. Namun, umat belum menegakkan moralitas politik. Nah, soal moralitas politik ini hanya bisa dilakukan ketika umat sudah pada jenjang Ideologi.
Kategorisasi level keumatan ini sangat tepat dengan kondisi umat dan praktik politik elit partai Islam hari ini. Dalam buku saya tersebut, dengan berani saya menyimpulkan bahwa sejauh ini, satu-satunya partai Islam yang berpotensi besar mencapai level ideologi adalah PKS. Lalu saya menyebutnya dengan kemampuan mengubah pusaran menjadi arus balik.
Praktik politik PKS dalam Pilkada DKI Jakarta mengkonfirmasi kesimpulan yang saya berikan. Saat semua partai Islam berbondong-bondong merapat ke Ahok, PKS justru konsisten berseberangan dan legowo tidak menjadikan kadernya sebagai penantang petahana.
Buah langkah politik PKS ini terasa manis. Bukan hanya kemenangan yang didapat, namun juga melejitnya elektabilitas PKS berdasarkan survey beberapa lembaga konsultan politik. Tercatat, jika pemilu dilakukan hari ini, maka PKS diprediksi mendapat 12,6% untuk kursi DPR. Saya menduga kuat, jika pun akhirnya Ahok-Djarot menang, publik akan tetap memberikan dukungan penuh kepada PKS.
Namun, melonjaknya elektabilitas PKS tidak serta merta membuat jumawa dan lupa diri. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Pilkada DKI Jakarta memang telah menjadi faktor pembeda antara PKS dengan partai lainnya. Ini harus dijaga dan dirawat agar persepsi publik bahwa PKS tidak ada bedanya dengan yang lain perlahan sirna.
Ya, kesan PKS sama dengan partai lainnya memang begitu terasa selama ini. Semua masalah yang terjadi di partai lain yang dulu tak terbayangkan ada di PKS, faktanya justru tersedia. Kader yang korupsi, melakukan tindakan asusila bahkan konflik internal berkepanjangan sudah bukan hal langka lagi di tubuh PKS.
Ke depan, moralitas politik harus terus dilakoni. Level ideologi yang kini sudah dicapai PKS harus dipertahankan di semua jenjang, mulai dari DPP, DPW hingga DPD, DPC dan DPRa. Kisah-kisah ketawadhuan, lapang dada, kebersahajaan dan tidak berorientasi kuasa harus terus diproduksi.
Jangan hanya lahir karena faktor Ahok. Karena cuma dengan cara itu, impian mengubah pusaran menjadi arus balik menjadi nyata. Itulah hadiah terindah PKS buat umat di miladnya ke-19.
Erwyn Kurniawan
Pemred www.wajada.net
Penulis buku PKS Mengubah Pusaran menjadi Arus Balik
Post a Comment